Jumat, 21 Juni 2013

PEKERJAAN DAN WAKTU LUANG

A.MENGUBAH SIKAP TERHADAP PEKERJAAN
I.   Definisi Nilai Pekerjaan,Apa Yang Dicari Dalam Pekerjaan
Nilai pekerjaan adalah nilai dari apa yang kita kerjakan, sangat bergantung kepada cara berpikir kita terhadap pekerjaan itu. Sekecil apapun pekerjaan yang kita lakukan, jika kita memahami bahwa pekerjaan itu adalah bagian dari sebuah perencanaan besar, atau bahwa pekerjaan itu adalah proses menuju terwujudnya sesuatu yang besar, maka tidak akan ada lagi perasaan kecil dalam hati kita ketika mengerjakan pekerjaan itu.
Mencari uang: Hal ini adalah hal yang paling dasar yang mendorong seseorang untuk bekerja.  Untuk mencari nafkah (uang), untuk mencukupi kebutuhannya dan keluarga. Hal ini juga yang biasa digunakan sebagai pertimbangan dalam memilih suatu pekerjaan. Semakin besar gaji (uang) yang ditawarkan oleh pekerjaan tersebut, maka semakin menarik perkerjaan itu. Banyak orang yang berpindah-pindah kerja untuk mencari gaji yang lebih tinggi.
Mencari pengembangan diri: Adalah tabiat manusia untuk ingin berkembang menjadi lebih baik. Orang bekerja karena mereka ingin mencari pengembangan (potensi) diri mereka. Mereka akan  mencari pekerjaan dimana mereka dapat mengembangkan diri mereka disana.
Mencari teman/sarana bersosialisasi: Manusia adalah makhluk sosial yang perlu untuk bersosialisasi. Maka manusia perlu bekerja untuk menambah teman dan relasi mereka. Sebagai media dan tempat mereka untuk bersosialisasi.
Mencari kebanggaan/kehormatan diri: Hal lain yang dicari oleh orang dengan bekerja adalah kebanggaan dan kehormatan diri. Orang yang mencukupi kebutuhan dirinya dengan bekerja lebih terhormat dibandingkan orang yang tergantung pada orang lain.
Fungsi psikologinya yaitu : Meskipun apa kata orang tentang memiliki pekeraan untuk hidup. Itu mungkin jelas sekarang bahwa setiap orang bekerja keras untuk uangnya sendiri. Survei membuktikan kebanyakan orang akan melanjutkan pekerjaanya bahkan jika mereka memiliki cukup uang untuk hidup nyaman seumur hidupnya (Renwick&Lawler,1978). Kenyataanya adalah bekerja itu meenuhi kebutuhan psikologis dan social yang penting. Rasa pemenuhan pribadi, orang membutuhkan perasaan kalau mereka tumbuh, mempelajarai keahlian baru, dan mencapai sesuatu yang berharga ketika perasaan ini kurang, mereka mungkin pindah ke pekerjaan yang menjanjikan pencapaian yang lebih atau hasil yang jelas. Contohnya, seorang individu yang pekerjaanya terarah mungkin meninggalkan meja untuk bekerja menjual barang atau konstruksi. Bahkan orang yang sudah mendapatkan banyak uang tidak akan mau mengurangi waktu dan energy yang di habiskan oleh pekerjaan mereka.kemampuan karena kebutuhan akan penghargaan dan penguasaan (Morgan,1972)
II. Fase- Fase  Dalam Memilih Pekerjaan                                                               
1.      Tahap pertama adalah pada umur 15 - 22 tahun: Pada tahap ini, seseorang umumnya memilih           jurusan, yang menurutnya baik dan ia suka. Apakah seseorang memilih jurusan tertentu oleh           karena masalah imej jurusan tersebut- ini adalah salah satu faktor. Bisa juga ia memilih jurusan tertentu karena rekomendasi orang tua dan sisi ekonomi atau peluang kerja. Beragam alasan orang memilih jurusan tertentu di sekolah atau kampus.
2. Tahap kedua adalah pada umur 22 - 30 tahun: Pada fase ini, orang memilih karir sesuai dengan     jurusan yang ia pelajari di kampus. Ia tertarik dengan pekerjaan barunya dan mulai menekuni apa     yang ia pilih. Ini biasanya bisa terjadi sampai umur 30 tahun. Ada gairah terhadap pekerjaan apalagi     kalau di perusahaan tempat ia bekerja ada suasana kondusif ditambah dengan jenjang karier yang       jelas.
3. Tahap ketiga adalah pada umur 30 - 38 tahun: Bila seseorang menekuni pekerjaannya pada fase     kedua, kinerjanya akan semakin baik pada phase ini. Kinerjanya umumnya di atas rata-rata. Gairah     kerja semakin bertambah. Ia mungkin mencapai posisi manager dalam sebuah perusahaan pada     phase ini. Karir semakin mantap dan bisa sampai menduduki posisi Vice President. Ini tergantung     berapa bagus kinerjanya dan berapa baik budaya korporasi di perusahaan.
4. Tahap keempat adalah pada umur 38 - 45 tahun: Inilah tahapan atau fase yang tepat untuk      memikirkan ulang pekerjaan yang seharusnya ditekuni. Pada phase ini biasanya orang mulai makin      sadar akan pekerjaan yang seharusnya ia tekuni. Ini adalah fase yang kritis karena pada phase ini akan      muncul pertanyaan, "Mau ke mana arah atau jalur karir yang akan ditempuh?" Pada fase ini      persaingan ke posisi yang lebih tinggi semakin ketat. Peluang untuk naik ke posisi yang banyak      membuat kebijakan strategis semakin kecil karena persaingan atau ada orang yang lebih hebat atau      lebih cerdas dari Anda untuk menduduki posisi tersebut. Pada saat yang sama, Anda juga ingin      merasakan keleluasaan untuk memberikan keputusan. Ada keinginan untuk membuat keputusan-     keputusan yang lebih besar bagi perusahaan atau organisasi yang akan menambah kepuasan diri      juga; ada self-actualisation- meminjam istilah dari Abraham Maslow.
5. Tahap kelima adalah pada umur 45 - 55 tahun: Bila seseorang lolos pada fase ke empat, biasanya ia     akan semakin mantap pada phase ini, khususnya mereka yang memilih karir atau menemukan     pekerjaan yang cocok dengan bakat dan talenta pribadinya. Karirnya akan semakin bersinar. Ada     kematangan baik dalam jiwa dan dalam pekerjaan. Ia semakin mengerti tujuan perusahaan. Ia makin    mengerti relasi dari organisasi dengan masyarakat luas. Namun, pada fase ini juga orang akan mulai    mengalami kebosanan di pekerjaan kalau salah mengambil keputusan pada tahap kelima. Jangankan di    phase ini, pada phase keempat pun orang sudah mulai merasakan kebosanan dalam pekerjaan. Gairah    kerja hilang karena tidak ada keputusan berarti yang bisa dilakukan bagi perusahaan.
6. Tahap keenam adalah umur 55 - 62 tahun: Orang-orang yang sukses melewati tahap ke empat dan      kelima akan mengalami gairah kerja yang semakin bertambah pada fase ini. Kreatifitas muncul; ide-    ide baru utuk memperbaiki organisasi melintas dalam pikiran. Vitalitas orang semakin bertambah     dalam pekerjaan pada phase ini. 'Self-actualization' semakin matang dan mulai mempersiapkan diri     utuk memasuki phase terakhir.
7.Tahap ketujuh adalah 62 - 70 tahun: Pada fase ini orang mulai memikirkan bagaimana meneruskan     karir yang sudah dibangun atau perusahaan yang sudah dirintis dan berjalan. Ia mulai memikirkan     siapa yang akan menggantikannya di kemudian hari. Bila Anda kebetulan pada fase ini, Anda sudah
harus memikirkan bagaimana agar apa yang sudah dimulai dan dikerjakan bisa diteruskan dalam track yang benar oleh penerus Anda.
III. Hubungan antara Karekteristik Pribadi Dan Karakteristik Pekerjaan Dalam Memeilih        Pekerjaan yang Cocok
*Kepribadian Artistik
Karakter: kreatif, imajinasi yang tak pernah berhenti, suka mengekspresikan diri, suka bekerja tanpa aturan, menikmati pekerjaan yang berkaitan dengan design/warna/kata-kata. Orang artistik merupakan pemecah masalah yang sangat hebat karena mereka menggabungkan pola pikir intuisi dan pendekatan rasional.
Pekerjaan yang cocok: editor, grafik desainer, guru drama, arsitek, produser, ahli kecantikan, model, pemain film, sutradara, interior desain.
*Kepribadian Konvensional
Karakter: menyukai aturan, prosedur yang rapi, teliti, tepat waktu, suka bekerja dengan rincian data, tertib, cenderung pendiam dan lebih hati-hati.
Pekerjaan yang cocok: akuntan, petugas asuransi, penegak hukum, pengacara, penulis, penerjemah.
*Kepribadian Aktif
Karakter: gigih, berani, suka berkompetisi, penuh semangat, pekerja keras, ekstrovet, enerjik, dan progresif.
Pekerjaan yang cocok: wiraswasta, direktur program, manajer.
*Kepribadian Investigasi
Karakter: analitis, intelektual, ilmiah, menyukai misteri, sangat memperhatikan detail, lebih suka bekerja secara individu, menggunakan logika.
Pekerjaan yang cocok: analisis sistem komputer, programmer, dosen, profesor, statistik, dokter.
*Kepribadian Realistis
Karakter: realistis, praktis, simpel, bekerja di luar ruangan, berorientasi pada masalah dan solusinya, suka bekerja dengan objek yang kongkrit, pekerjaan yang menggunakan alat bantu atau mesin. Pekerjaan yang cocok: tukang listrik, dokter gigi, insinyur.
*Kepribadian Sosial
Karakter: suka membantu orang lain, dapat berkomunikasi dengan baik, bekerja dalam tim, sabar, murah hati, memiliki empati, memusatkan diri dengan interaksi manusia, suka berbicara.
Pekerjaan yang cocok: psikolog, guru, mediator, perawat, entertainer, selebriti.


IV. Kepuasan Kerja Dan Penyesuaian Diri Dalam Pekerjaan
Menurut Hasibuan (2007) Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja (job statisfaction) karyawan harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan karyawan meningkat. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting (1).
Robbins and Judge (2009) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positive tentang pekerjaan  sebagai hasil evaluasi karakter-karakter pekerjaan tersebut (2). Senada dengan itu, Noe, et. all (2006) mendefinisikan kepuasan kerja  sebagai perasaan yang menyenangkan sebagai hasil dari persepsi  bahwa pekerjaannya  memenuhi nilai-nilai pekerjaan yang penting (3). Selanjutnya Kinicki and Kreitner (2005) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai respon sikap atau emosi terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang.  Definisi ini memberi arti bahwa kepuasan kerja bukan suatu konsep tunggal. Lebih dari itu seseorang dapat secara relative dipuaskan  dengan satu aspek pekerjaannya dan dibuat tidak puas dengan satu atau  berbagai aspek (4). Dalam pandangan yang hampir sama, Nelson  and Quick (2006) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu kondisi emosional yang positif dan menyenangkan  sebagai hasil dari  penilaian pekerjan atau pengalaman pekerjaan seseorang (5).

Berikut ini merupakan Teori tentang Kepuasan Kerja  :
Teori pertentangan --> menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan penimbangan dua nilai: 1.Pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan seorang individu dengan apa yang ia terima. 2.Pentingnya apa yang diinginkan individu.
Model dari Kepuasan Bidang/Bagian (Facet Satisfaction),menurut model Lawler orang akan puas dengan bidang tertentu dari pekerjaan mereka jika jumlah dari bidang mereka persepsikan harus mereka terima untuk melaksanakan kerja sama dengan jumlah yang mereka persepsikan dari yang secara aktual mereka terima.
Teori Proses-Bertentangan ,memandang kepuasan kerja dari perspektif yang berbeda secara mendasar daripada pendekatan yang lain.Menekankan bahwa orang ingin  mempertahankan suatu keseimbangan emosional.
V. Menggunakan Waktu Luang Yang Positif
Meluangkan waktu itu ternyata penting dan banyak cara/kegiatan positif yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu luang. Misalnya olahraga, jalan-jalan, melakukan hobby, atau ngeblog. Selain itu, mengisi waktu luang setelah kesibukan yang mendera ibarat bayaran dari pekerjaan itu sendiri. Kita tidak pernah menduga kalau kegiatan yang dilakukan di saat waktu luang bisa juga menghasilkan atau mendapat penghargaan. Siapa yang tahu kalau suatu saat nanti, kegiatan yang dilakukan di waktu luang, bisa menjadi penghasilan terbesar. Dan bagaimana kita bisa punya waktu luang di sela-sela kesibukan dengan mengaturnya sebaik mungkin?
              Berikut ini tips dan triknya:
·         Jangan pernah terjebak dgn waktu. Bukan waktu yg mengatur kita, tapi kitalah yang mengatur waktu:)
·         Coba sesuatu yang baru yang tidak menyita waktu kerja. Misalnya dengan menulis di smartphone yang kita miliki
·         Tentukan prioritas. Dengan prioritas bisa diketahui mana yang mendesak, mana yang kurang. Tanpa prioritas, waktu terbuang percuma.
·         Buat yang super sibuk, buatlah agenda yang harus ditaati. Masukkan waktu bekerja, waktu untuk keluarga, dan waktu untuk diri sendiri.
·         Pastikan dalam agenda, 50 persen waktu yang dilakukan adalah untuk kegiatan positif atau produktif.
·         Jangan melakukan pekerjaan/hal yang lain sebelum menuntaskan pekerjaan yang lebih dulu dilakukan. Yang ada keduanya berantakan!
·         Jika tidak berhubungan dgn pekerjaan, jauhkan diri dari sosial media, hingga pekerjaan tuntas diselesaikan
·         Menggunakan waktu dengan bijak, maka tidak ada istilah tidak punya waktu luang! Tidak ada waktu yang terbuang percuma.
Kuncinya terletak bukan pada bagaimana Anda menghabiskan waktu, namun dalam menginvestasikan waktu Anda. Melakukan dua hal bersamaan sama artinya dengan tidak melakukan sesuatu. - Stephen R. Covey
Jika merasa jenuh dengan waktu yang telah dihabiskan, ubah kebiasaan itu. Manfaatkanlah waktu luang.
B. Self Directed Changes
I.  Melakukan Perubahan Pribadi Melalui Tahapan
a.  Cara Meningkatkan Kontrol Diri
1. Global Processing, mencoba fokus pada gambaran besar dari tujuan hidup atau cita-cita kita, sehingga setiap kegiatan atau tindakan kita dilihat sebagai bagian dari pencapaian tujuan akhir.

2. Abstrac listening, mencoba menolak detil-detil dalam situasi khusus untuk membawa kita berfikir bagaimana tindakan kita sesuai dengan rencana kerja kita secara keseluruhan. Contohnya : seseorang mungkin harus mengurangi berfikir tentang detil-detil beratnya latihan fisik tetapi mencoba untuk fokus pada gambaran fisik yang ideal yang akan dicapai bila dia tetap menjalankan latihan dengan baik.

3.High-level categorization, berfikir tentang konsep tingkat tinggi daripada keadaan yang khusus atau sesaat.
Beberapa hal diatas dapat diterapkan pada banyak situasi dimana pada saat itu dibutuhkan kontrol-diri.
Pendek kata ketiga cara berfikir diatas adalah cara yang berbeda untuk mengatakan hal yang sama yaitu : berfikir global, obyektif dan abstak , sehingga peningkatan kontrol-diri akan mengikuti kemudian.
b. Menetapkan Suatu Tujuan
Bagaimana Anda tahu jika tujuan Anda adalah efektif dan dapat dicapai?
Hal pertama yang harus dilakukan adalah menuliskan sumber daya yang Anda perlukan untuk mencapai tujuan Anda, baik sumber daya fisik dan yang mental. Jika ada sesuatu yang Anda butuhkan untuk menyelesaikan sebelum Anda dapat membuat tujuan Anda menjadi kenyataan, memprioritaskan langkah-langkah yang harus Anda ambil untuk menyelesaikan tugas yang pertama. Sebagai contoh, Anda mungkin perlu jumprope jika tujuan Anda adalah untuk latihan. Setelah sumber daya Anda berada di tempat, Anda telah membuka jalan raya untuk pencapaian. Mari kita lihat bagaimana untuk memasuki jalan di-sehingga Anda dapat berada di jalan.
1.      Pastikan tujuan Anda adalah spesifik. Tetapkan tujuan terukur sehingga Anda dapat mencapai dan berhasil. Menentukan jumlah yang tepat dan jangka waktu s dari apa pun yang Anda ingin capai
2.       Tujuan Anda juga harus dapat dicapai dan realistis. Anda tidak akan menetapkan tujuan Anda untuk menurunkan £ 40 dalam 10 hari berikutnya, karena itu hanya tidak realistis. Menetapkan tujuan untuk kehilangan £ 40 selama 12-14 minggu berikutnya adalah tujuan nyata dan dapat dicapai
3.      Beri diri Anda batas waktu untuk tujuan Anda. Menetapkan tenggat waktu membuat prioritas tujuan, terus dalam pikiran Anda, dan membuatnya lebih mudah untuk dicapai. Jika Anda tahu Anda hanya memiliki kerangka waktu tertentu di mana untuk mencapai sesuatu, Anda cenderung untuk fokus lebih banyak waktu dan energi pada tugas itu
4.       Tuliskan tujuan Anda. Anda harus tetap dipasang di tempat yang Anda akan melihat setiap hari. Kebanyakan orang memiliki lebih dari satu gol pada suatu waktu. Anda dapat menetapkan tujuan dalam berbagai bidang: keluarga, pekerjaan, Kesehatan, pendidikan, hobi, atau bagian dari kehidupan Anda di mana Anda ingin membuat perubahan. Pertanyaannya adalah bagaimana untuk menangani semua tujuan ini pada waktu yang sama.

c. Menyusun Konsekuensi Yang Efektif
Cara menyusun konsekuensi yang Positif diantaranya :
·         Membuat Resolusi
·         Membuat Skala Prioritas
·         Membuat Prioritas Menjadi Spesifik

             
d. Merapkan Rencana Intervensi
Apabila fihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.
Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.
Penengahan (mediation): Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator.
Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.
Hal-hal yang Perlu Diperhati-kan Dalam Mengatasi Konflik:
1. Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif.
2. Cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi.
3. Tetapkan peraturan dan prosedur yang baku terutama yang menyangkut hak karyawan.
4. Atasan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang muncul.
5. Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis.
6. Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit kerja.
7. Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon merupakan mata rantai organisasi yang saling mendukung, jangan ada yang merasa paling hebat.
8. Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar unit/departemen/ eselon.
e.  Tahap Evaluasi Diri
Istilah evaluasi sudah sering terdengar di telinga dan sudah sangat sering digunakan dalam proses pembelajaran. Namun, tidak selalu menggunakan tahapan-tahapan yang sesuai menurut para ahli.
Evaluasi pembelajaran sendiri merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu program pendidikan, pengajaran, atau pun pelatihan yang telah dilaksanakan. Dalam melakukan kegiatan evaluasi tentu diperlukan informasi informasi atau data yang baik mutunya. Data seperti itu akan dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran dan penilaian terlebih dahulu
Dalam bukunya, Daryanto mengemukakan empat langkah pelaksanaan evaluasi yang baik, yaitu[3] :
Langkah 1 :
Evaluasi tentang diri seorang anak atau sekelompok anak. Ini merupakan langkah pertama kea rah evaluasi yang baik. Pembatasan ini biasanya ditentukan oleh sifat tugas seseorang dalam keseluruhan pendidikan seorang anak. Seorang guru ilmu pasti atau sejarah dalam mengadakan evaluasi terhadap kemajuan murid-muridnya membatasi dirinya pada usaha untuk mengetahui kemajuan mereka dalam pelajaran ilmu pasti atau sejarah apa saja. Sebaliknya, seorang konselor pendidikan(education counselor), mempunyai batasan tugas yang lebih luas daripada guru ilmu pasti atau sejarah tadi.
Langkah 2 :
Evaluasi yang baik ialah bahwa data yang kita kumpulkan mengenai setiap aspek pribadi anak harus merupakan “behavior sampling”cukup representative terhadap keseluruhan tingkah laku anak. Misalnya untuk menetapkan apakah seorang anak pada dasarnya bersifat pemalu atau tidak, tidak cukup kalau hanya  memperhatikan tingkah laku anak pada satu kesempatan saja. Kita harus mencoba untuk mengetahui bagaimanakah reaksi anak terhadap bermacam-macam situasi pada berulang kali kesempatan.
Jika prinsip ini dilanggar, biasanya kesimpulan yang kita rumuskan akan diwarnai oleh apa yang disebut “hallo effect” dan tidak akan merupakan suatu “conclusion”melainkan suatu “confusion”.
Misalnya banyak orang mengatakan bahwa ia seorang pemalu, seorang yang membosankan atau “saai” hanya karena pernah dilihatnya dalam suatu pesta ia tidak mau diajak berdansa. Padahal kemungkinan selalu ada bahwa si A tidak mau diajak berdansa pada pesta itu, bukan karena ia malu, melainkan karena ia betul-betul tidak pandai berdansa. Dan tidak beraninya berdansa pada pesta ini, bukan pula karena ia malu melainkan karena dia tidak mau mengecewakan pasangan atau partnernya. Kalau diperhatikan praktek-praktek evaluasi lazim dilakukan orang awam akan kita lihat bahwa prinsip ini banyak sekali dilanggar.

Langkah 3  :
Evaluasi yang baik ialah bahwa cara-cara serta alat-alat yang hendak kita pergunakan untuk pengumpulan data mengenai diri anak kita pilih betul-betul sebelumnya untuk mengumpulkan keterangan mengenai cerdas atau tidaknya seorang anak, misalnya dapat kita pergunakan dua macam cara observasi atau mengadakan tes. Tes yang dapat dipergunakan untuk keperluan ini pun bermacam-macam pula. Ada tes individual, ada pula tes kelompok. Untuk setiap jenis tes kecerdasan tersebut telah tersedia banyak sekali tes di antaranya ada yang baik ada pula yang kurang baik. Dan kita sebagai evaluator harus pandai memilih.

Langkah 4 :
 Evaluasi yang baik ialah bahwa data yang telah kita kumpulkan tadi harus diolah terlebih dahulu. Sebelum memberikan tafsiran terhadap data yang telah dikumpulkan sebelumnya tadi. Pengolahan-pengolahan ini sangat beragam, ada pengolahan yang bersifat statistis, ada pula yang bersifat non-statistis, pengolahan mana yang paling tepat untuk dilakukan terhadap sekumpulan data ditentukan oleh sifat-sifat dan jenis data yang dikumpulkan dan tujuan terdekat yang harus diselesaikan dalam keseluruhan prosedur evaluasi yang sedang kita kerjakan





Tidak ada komentar:

Posting Komentar