A. Pengantar
Pengertian Manajemen
Pengertian Manajemen Adalah Manajemen dapat
diartikan sebagai suatu kegiatan yang memiliki target dan tujuan dengan
menggunakan perencanaan, pengarahan serta pengorganisasian dalam mencapai
tujuan tersebut, Kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno
ménagement, yang memiliki arti “seni melaksanakan dan mengatur.” Manajemen
belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal.
Pengertian Manajemen
Menurut Para Ahli:
·
Menurut Mary Parker
Follet Manajemen Adalah sebagai seni
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang
manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi
·
Menurut Ricky W.
Griffin Manajemen Adalah sebagai sebuah
proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber
daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa
tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa
tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan
jadwal
·
Menurut Drs. Oey Liang
Lee Manajemen adalah seni dan ilmu
perencanaan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan daripada
sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
·
Menurut Prof. Eiji
Ogawa Manajemen adalah Perencanaan,
Pengimplementasian dan Pengendalian kegiatan-kegiatan termasuk system pembuatan
barang yang dilakukan oleh organisasi usaha dengan terlebih dahulu telah
menetapkan sasaran-sasaran untuk kerja yang dapat disempurnakan sesuai dengan
kondisi lingkungan yang berubah.
TEORI KEPEMIMPINAN
FIEDLER “Contingency Theory”
Teori
kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan
seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas
kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya
kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan
kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin
bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor
situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.
Model
Contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967) .
Menurut model ini, maka the performance of the group is contingen upon both the
motivasional system of the leader and the degree to which the leader has
control and influence in a particular situation, the situational favorableness
(Fiedler, 1974:73).
Dengan
perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh
sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan
mempengaruhi suatu situasi tertentu.
Untuk
menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala sikap
dalam bentuk skala semantic
differential,
suatu skala yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Skor yang
diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh peminpin antara
dia sendiri dengan “rekan kerja yang paling tidak disenangi” (Least Prefered
Coworker = LPC). Skor LPC yang tinggi menunjukkan bahwa pemimpin melihat rekan
kerja yang paling tidak disenangi dalam suasana menyenangkan. Dikatakan bahwa
pemimpin dengan skor LPC yang tinggi ini berorientasi ke hubungan (relationship
oriented). Sebaliknya skor LPC yang rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin
untuk menolak mereka yang dianggap tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian,
lebih berorientasi ke terlaksananya tugas (task oriented). Fiedler menyimpulkan
bahwa:
1.
Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung
untuk berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan,
maupun yang sangat tidak menguntungkan pemimpin.
2.
Pemimpin dengan skor LPC tinggi ( pemimpin yang berorientasi ke hubungan)
cenderung untuk berhasil dengan baik dalam situasi kelompok yang sederajat
dengan keuntungannya.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi / lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi / lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
a.
Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power)
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan sumber kekuasaan yang berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah / dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority).
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan sumber kekuasaan yang berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah / dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority).
b.Struktur
tugas (task structure)
Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara jelas dan orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.
Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara jelas dan orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.
c.
Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member relations)
Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang pemimpin. Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha / organisasi selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya (hubungan yang baik antara pemimpin-anggota).
Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang pemimpin. Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha / organisasi selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya (hubungan yang baik antara pemimpin-anggota).
Berdasarkan
ketiga variabel ini Fiedler menyusun delapan macam situasi kelompok yang
berbeda derajat keuntungannya bagi pemimpin. Situasi dengan dengan derajat
keuntungan yang tinggi misalnya adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota
baik, struktur tugas tinggi, dan kekuasaan kedudukan besar. Situasi yang paling
tidak menguntungkan adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota tidak baik,
struktur tugas rendah dan kekuasaan kedudukan sedikit.
DEFINISI
KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan
adalah sebuah proses mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan tugas-tugas
organisasi secara suka rela (Fairholm, 1991; Gardner, 2000). Bahkan menurut
Gemmil dan Oakley (1992) kepemimpinan adalah sebuah proses kerjasama antara
anggota organisasi dalam merumuskan metode baru untuk meningkatkan kualitas
organisasi. Fulan (2000, hal. 3) mengatakan bahwa “leadership is a process
of persuasion or example by which an individual (or leadership team) induce the
group to pursue objectives shared by the leaders and his or her followers”.
Fulan berpendapat bahwa kepemimpinan adalah suatu proses untuk mempengaruhi
anggota organisasi lainnya untuk mencapai tujuan yang sudah dirumuskan oleh
pemimpin dan anggota organisasi lainnya. Ini artinya bahwa kepemimpinan bukan
hanya didefinisikan dari sudut jabatan, tapi lebih tepatnya, kepemimpinan ini
adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain tanpa paksaan untuk
mencapai sesuatu yang sudah dirumuskan sebelumnya oleh anggota organisasi.
KEPEMIMPINAN DAN
MANAJEMEN
Istilah
kepemimpinan dan manajemen seringkali dianggap sinonim (Yukl, 1989), tapi para
ahli ilmu kepemimpinan masih mengalami kesulitan membedakan kedua istilah
tersebut. Fairholm (1991) menyebutkan walaupun kedua istilah tersebut sering
dianggap sama, istilah kepemimpinan lebih duluan muncul dari pada istilah
manejemen. Namun Nicholls (2002) berbeda pendapat dengan Fairholm, Nicholls
berpendapat bahwa manajemen itu lebih penting daripada
kepemimpinan. Para ahli juga berbeda pendapat apakah seseorang bisa
menjadi pemimpin sekaligus manajer pada saat yang sama. Perbedaan-perbedaan
pendapat ini pulalah yang mengaburkan perbedaan antara kepemimpinan dengan
manajemen (leadership and management).
Namun
demikian, di sini perbedaan dari kedua istilah tersebut akan dianalisa dengan
menguraikan definisi dari kedua istilah tersebut. Kepemimpinan adalah sebuah
proses di dalam memberi inspirasi kepada anggota organisasi lainnya, dan
mempengaruhi anggota tersebut untuk memiliki integritas di dalam mencapai
tujuan organisasi. Dengan kata lain, pemimpin itu bertugas untuk menentukan
visi organisasi dan selalu memprediksi kebutuhan masa depan (Fairholm, 1991).
Sedangkan tugas menejer adalah mengelola integritas bawahan dan mempertahankan
status Quo. Menejer tidak berinisiatif untuk menentukan visi organisasi.
Singkatnya menejer lebih memikirkan bagaimana suatu pekerjaan itu dilakukan
dengan se-efektif dan se-efesien mungkin sehingga produktifitas organisasi bisa
terjaga.
TEORI KEPEMIMPINAN
1.
TEORI KEPEMIMPINAN CONTINGENCY FIEDLER (Matching Leaders and Tasks)
Fiddler
mendefinisikan efektivitas pemimpin dalam hal performa grup dalam mencapai tujuannya.
Fiddler membagi tipe pemimpin menjadi 2: yang berorientasi pada tugas dan yang
berorientasi pada maintenance. Dari observasi ini ditemukan fakta bahwa tidak
ada korelasi konsisten antara efektifitas grup dan perilaku kepemimpinan.
Pemimpin
yang berorientasi pada tugas akan efektif pada 2 set kondisi.
· Pada
set yang pertama, pemimpin ini sangat memiliki hubungan yang baik dengan
anggotanya, tugas yang didelegasikan pada anggota sangat terstruktur dengan
baik, dan memiliki posisi yang tinggi dengan otoritas yang tinggi juga. Pada
keadaan ini, grup sangat termotivasi melakukan tugasnya dan bersedia melakukan
tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
· Pada
set yang kedua, pemimpin ini tidak memiliki hubungan yang baik dengan
anggotanya, tugas yang diberikan tidak jelas, dan memiliki posisi dan otoritas
yang rendah. Dalam kondisi semacam ini, pemimpin mempunyai kemungkinan untuk
mengambil alih tanggung jawab dalam mengambil keputusan, dan mengarahkan
anggotanya.
Kepemimpinan
tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin
mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan
situasi2 yg spesifik.Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi
yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak
ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik.
Namun, sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin
akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan
kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang
dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency
Approach.Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin
kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal
yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi.
Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tsb harus
dipertimbangkan.
Fiedler
memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan
orientasi pada tugas, akan lebih efektip dibanding para pemimpin yang High LPC,
yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan
orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya
para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low
LPC apabila kontrol situasinya moderat.
2. MODEL
KEPEMIMPINAN NORMATIF MENURUT VROOM DAN YETTON (Normative Theory: Decision
Making and Leader Effectiveness: Vroom & Yetton, 1973)
Salah
satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena
keputusan2 yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd para
bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin
adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan ybs
melaksanakan tugas2 pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan
baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak
mampu membuat keputusan dengan baik. Dalam mengambil keputusan, bagaimana
pemimpin memperlakukan bawahannya? Dengan kata lain seberapa jauh para
bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan?
Sebagaimana
telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat
meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan
produktivitas.Namun seberapa jauh partisipasi bawahan dalam pengambilan
keputusan akan diberikan pemimpinnya? Jawabannya adalah Normative Theory dari
Vroom and Yetton.
Vroom
dan Yetton (1973) mengembangkan model kepemimpinan normatif dalam 3 kunci
utama: metode taksonomi kepemimpinan, atribut-atribut permasalahan, dan pohon
keputusan (decision tree). 5 tipe kunci metode kepemimpinan yang
teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
1. Autocratic
I: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada
pemimpin.
2. Autocratic
II: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat pada seluruh
anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian
informasi yang mereka berikan.
3. Consultative
I: berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan, mengetahui
ide-ide dan saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok; lalu
membuat keputusan.
4. Consultative
II: berbagi masalah dengan kelompok, mendapatkan ide-ide dan saran mereka saat
diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
5. Group
II: berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok,
serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
Tidak
ada satupun dari metode ini yang dianggap terbaik untuk diterapkan pada
berbagai situasi. Para pemimpin harus mencocokkan metode kepemimpinan dengan
situasi yang ada. Ada 7 atribut dari situasi yang harus diambil dalam
memutuskan metode kepemimpinan seperti apa yang harus digunakan (Vroom &
Yetton, 1973):
1. Adakah
kualitas lain yang lebih rasional daripada solusi yang telah ada?
2. Apakah
saya memiliki informasi dan keahlian yang cukup untuk membuat sebuah keputusan
yang berkualitas tinggi?
3. Apakah
masalahnya terstruktur?
4. Apakah
penerimaan subordinat saya terhadap keputusan yang saya buat akan mempengaruhi
efektivitas dalam implementasi keputusan saya?
5. Jika
saya harus membuat keputusan sendiri, apakah keputusan saya dapat diterima
secara beralasan oleh subordinat saya?
6. Apakah
subrodinat saya memiliki tujuan organisasi yang sama dengan saya saat
memecahkan masalah ini?
7. Apakah
konflik akan terjadi di kalangan subordinat saya ketika solusi ini terpilih?
Jawaban-jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut terspesifikasi melalui metode
kepemimpinan macam apa yang paling tepat diterapkan pada situasi tertentu.
Jawaban “ya” dan “tidak” akan mengarah pada pohon keputusan (decision tree)
yang membantu pemimpin untuk melanjutkan tanggungjawabnya. Aturan Yang
Dirancang Untuk Mendukung Dan Melindungi Hasil Penerimaanm Keputusan ; Vroom
& Yetton, 1973:
Penerimaan
Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang
efektif, menghilangkan gayaotokratis.
Konflik
Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang
efektif, dan mereka memegang pendapat yang saling bertentangan atas sarana
untuk mencapai beberapa tujuan, menghilangkan gaya otokratis.
Keadilan
Aturan: Jika kualitas keputusan penerimaan tidak penting tapi penting,
gunakan gaya yang paling partisipatif.
Penerimaan
Aturan Prioritas: Jika penerimaan sangat penting dan tidak pasti hasil dari
keputusan otokratis, dan jika súbor-dinates tidak termotivasi untuk mencapai
tujuan organisasi, gunakan gaya yang sangat partisipatif.
Sekarang
ini salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah
teori path-goal, teori path-goal adalah suatu model
kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring
elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan
pada inisiating structure dan consideration serta teori
pengharapan motivasi.
Menurut
teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan
pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat
itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang
(1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang
efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang
diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Bawahan
sering berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan.
Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam
pencapaian tujuan2 bernilai mereka. Ide di atas memainkan peran penting dalam
House’s path-goal theory yang menyatakan bahwa kegiatan2 pemimpin yang
menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan
akan meningkatkan persepsi para bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke
kinerja yg baik dan kinerja yg baik tsb selanjutnya akan diakui dan diberikan
ganjaran.
Model
kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan
dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena
pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan
kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena
memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada
tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan
bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan
menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai
hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan
bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan
prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal
attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat
adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil
yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga
mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu
bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.
Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua
fungsi dasar:
Fungsi
Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu
membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di
dalam menyelesaikan tugasnya.
Fungsi
Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward)bawahannya dengan memberi
dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk
membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil
berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gayakepemimpinan
dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam
Kajanto, 2003) :
1. Instrumental
(directive) àInstrumental (directive): suatu pendekatan yang berfokus pada
penyediaan bimbingan tertentu, menetapkan jadwal kerja dan aturan. Pemimpinan
memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan
jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan
bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas
tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan
pengawasan
2. SupportiveàMendukung:
sebuah gaya terfokus pada membangun hubungan baik dengan bawahan dan
memuaskan kebutuhan mereka. Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian
akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan
menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi,
sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang
menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan
pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap
kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
ParticipativeàPartisipatif:
suatu pola di mana pemimpin berkonsultasi dengan bawahan, memungkinkan mereka
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Pemimpin partisipatif
berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum
mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan
motivasi kerja bawahan
Achievement-orientedàPrestasi
berorientasi: suatu pendekatan di mana pemimpin menetapkan tujuan yang
menantang dan mencari perbaikan dalam kinerja. Gayakepemimpinan dimana
pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk
berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan
prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Terdapat
dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model
teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and
environmental pressures and demmand(Gibson, 2003).
1. Karakteristik
Bawahan
Pada
faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa
perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat
perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan
atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik
bawahan mencakup tiga hal, yakni:
1) Letak
Kendali (Locus of Control)
Hal
ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil.
Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa
hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka
lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal
meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar
kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih
menyukai gayakepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal
umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
2) Kesediaan
untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan
orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang
tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung
merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan
yang tingkat authoritarianism rendah cenderung
memilih gayakepemimpinan partisipatif.
3) Kemampuan (Abilities)
Kemampuan
dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih
berhasil dengan pemimpin yang berorientasi
prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan
sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin
yang supportiveyang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka.
Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung
memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan
bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin
yang supportive.
2. Karakteristik
Lingkungan
pada
faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin
akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
1) Perilaku
tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan
tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
2) Perilaku
tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa
pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk
mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik
lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
1) Struktur
Tugas
Struktur
kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2) Wewenang
Formal
Kepemimpinan
yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi
organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
3) Kelompok
Kerja
Kelompok
kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan
supportive.
Dengan
menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan
memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin
harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan
mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada
kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan
kerja yang efektif.
MenurutPath-Goal
Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah
karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi
seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan
kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam
memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum
dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif
antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
A. Perencanaan
Penetapan Manajemen
Pengertian
Perencanaan
perencanaan didefinisikan sebagai suatu proses menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana hal tersebut dapat dicapai. Rencana meliputi sumber-sumber yang dibutuhkan, tugas yang diselesaikan, tindakan yang diambil dan jadwal yang diikuti. Para manajer mungkin membuat :
• Rencana untuk stabilitas (plan for stability),
• rencana untuk mampu beradaptasi (plan for adaptibility) atau para manajer mungkin juga membuat
• rencana untuk situasi yang berbeda (plan for contingency)
Proses perencanaan, terdiri dari :
• Menentukan tujuan perencanaan
• Menentukan tindakan untuk mencapai tujuan
• Mengembangkn dasar pemikiran kondisi mendatang
• Mengidentifikasi cara untuk mencapai tujuan
• Mengimplementasi rencana tindakan dan mengevaluasi hasilnya
W. H. Newman
Planning is desiding in advance what is to be done (perencanaan adalah penentuan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan
Louis A. Allen
Planning is the determination of a course of action to achieve a desired result (perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan).
H. Koontz dan O’Donnel
Planning is the function of a manager which involves the selection from among alternatives of objective, policies, procedures, and programs (perencanaan adalah fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan pemilihan berbagai alternatif tujuan, kebijakan, prosedur, dan program).
Sondan P. Siagian
Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Dikenal:
1. Administrative planning (seluruh unit)
2. Managerial planning (departemental dan operasional)
George R. Terry
Planning is the selecting and relating of fack and the making and using of assumption regarding the future in the visualization and formulation of proposed activities believed necessary to achieve desired results (perencanaan adalah pemilihan fakta-fakta dan usaha menghubung-hubungkan antara fakta yang satu dengan yang lain, kemudian membuat perkiraan dan peramalan tentang keadaan dan perumusan tindakan untuk masa yang akan datang yang sekiranya diperlukan untuk mencapai hasil yang dikehendaki).
Empat tahap dasar perencanaan
perencanaan didefinisikan sebagai suatu proses menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana hal tersebut dapat dicapai. Rencana meliputi sumber-sumber yang dibutuhkan, tugas yang diselesaikan, tindakan yang diambil dan jadwal yang diikuti. Para manajer mungkin membuat :
• Rencana untuk stabilitas (plan for stability),
• rencana untuk mampu beradaptasi (plan for adaptibility) atau para manajer mungkin juga membuat
• rencana untuk situasi yang berbeda (plan for contingency)
Proses perencanaan, terdiri dari :
• Menentukan tujuan perencanaan
• Menentukan tindakan untuk mencapai tujuan
• Mengembangkn dasar pemikiran kondisi mendatang
• Mengidentifikasi cara untuk mencapai tujuan
• Mengimplementasi rencana tindakan dan mengevaluasi hasilnya
W. H. Newman
Planning is desiding in advance what is to be done (perencanaan adalah penentuan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan
Louis A. Allen
Planning is the determination of a course of action to achieve a desired result (perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan).
H. Koontz dan O’Donnel
Planning is the function of a manager which involves the selection from among alternatives of objective, policies, procedures, and programs (perencanaan adalah fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan pemilihan berbagai alternatif tujuan, kebijakan, prosedur, dan program).
Sondan P. Siagian
Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Dikenal:
1. Administrative planning (seluruh unit)
2. Managerial planning (departemental dan operasional)
George R. Terry
Planning is the selecting and relating of fack and the making and using of assumption regarding the future in the visualization and formulation of proposed activities believed necessary to achieve desired results (perencanaan adalah pemilihan fakta-fakta dan usaha menghubung-hubungkan antara fakta yang satu dengan yang lain, kemudian membuat perkiraan dan peramalan tentang keadaan dan perumusan tindakan untuk masa yang akan datang yang sekiranya diperlukan untuk mencapai hasil yang dikehendaki).
Empat tahap dasar perencanaan
Tahap
1:
Menentukan
tujuan atau serangkaian tujuan.
Perencanaan
dimulai dengan keputusan-keputusan tentang keinginan atau kebutuhan perusahaan.
Tanpa rumusan tujuan yang jelas, penggunaan sumber daya perusahaan tidak
efektif.
Tahap
2:
Merumuskan
keadaan saat ini.
Pemahaman
akan kondisi perusahaan sekarang dan tujuan yang hendak dicapai atau sumber
daya-sumber daya yang tersedia untuk pencapaian tujuan, adalah sangat penting.
Karena tujuan dan rencana menyangkut waktu akan datang. Hanya setelah keadaan
perusahaan saat ini dianalisa, rencana dapat dirumuskan untuk menggambarkan
kegiatan lebih lanjut. Tahap kedua ini memerlukan informasi terutama keuangan
dan data statistik.
Tahap
3:
Mengindentifikasikan
segala kemudahan dan hambatan.
Segala kekuatan dan kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu
di identifikasikan, untuk mengukur kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan.
Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor lingkungan dalam dan luar yang
dapat membantu perusahaan mencapai tujuannya, atau yang mungkin menimbulkan
masalah. Walaupun sulit dilakukan, antisipasi keadaan, masalah dan kesempatan
serta ancaman yang mungkin terjadi di waktu mendatang, adalah bagian penting
dari proses perencanaan.
Tahap 4:
Mengembangkan rencana
atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan.
Tahap akhir dalam
proses perencanaan meliputi pengembangan berbagai pilihan kegiatan untuk
pencapaian tujuan, penilaian pilihan kegiatan terbaik (paling
memuaskan) di antara pilihan yang ada.
Manfaat
Perencanaan bagi Organisasi dan bentuk-bentuk perencanaan
Manfaat
perencanaan :
Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan lingkungan.
Membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih
mudah dipahami.
Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti.
Manajer dapat memahami keseluruhan gambaran operasi
lebih jelas.
Bentuk-bentuk Perencanaan :
1.rencana global adalah berisi tentang penentuan tujuan organisasi dlm jangka panjang dan ini dipandang sbg misi suatu organisasi.
2.rencana strategis merupakan bagian dari rencana global yg lbh terperinci dimensi waktu adl jangka panjang.
3.rencana operasional merupakan penjabaran dan perencanaan strategi yaitu berupa anggaran dan prinsip-prinsip operasional.
1.rencana global adalah berisi tentang penentuan tujuan organisasi dlm jangka panjang dan ini dipandang sbg misi suatu organisasi.
2.rencana strategis merupakan bagian dari rencana global yg lbh terperinci dimensi waktu adl jangka panjang.
3.rencana operasional merupakan penjabaran dan perencanaan strategi yaitu berupa anggaran dan prinsip-prinsip operasional.
Jenis-Jenis
Rencana dalam Organisasi
Berdasarkan jangka
waktunya, rencana terbagi menjadi 2 macam yaitu:
1. Rencana
jangka panjang( long term plan)
Merupakan rencana yang memiliki jangka waktu lima tahun
lebih.
2. Rencana
jangka pendek( short term plan)
Merupakan rencana yang memiliki jangka waktu
satu sampai tiga tahun.
Pembagian jenis rencana dapat dilihat dari antara jenis
rencana yang dibuat dan jenis keputusan yang dibuat. Pada saat perusahaan
berhubungan dengan berbagai aktifitas/masalah yang membutuhkan keputusan rutin
(programmed decision), perusahaan dapat membuat rencana yang bisa
diterapkan untuk mengatasi berbagai aktivitas atau masalah rutin trsebut.
Rencana ini disebut sebagai rencana berkelanjutan (standing plan).
Misalnya aturan, kebijakan dan standard operating procedure (SOP).
Sebaliknya, perusahaan dapat mengembangkan rencana yang
ditujukan untuk mengatasi masalah program yang tidak terprogram (unprogrammed
decision) rencana ini disebut sebagai single-use plan. Proses pembuatan
rencana akan dijelaskan sebagai berikut:
a) Menetapkan
tugas dan tujuan
b) Observasi
dan analisa
c) Mengadakan
kemungkinan-kemungkinan, seperti kemungkinan besar biaya, lamanya penyelesaian,
dan efektivitas-efektivitas lainnya
d) Menentukan
sintesa (alternatif dari kemungkinan-kemungkinan)
Planning,
Programming, Budgeting dalam SP4
SP4 atau PPBS (Planning, Programming, Budgeting System)
merupakan perencanaan yang diperlukan dalam melaksanakan proyeksi maupun untuk
memperkirakan tingkat perkembangan dalam kurun waktu tertentu. Dalam persiapannya
biasanya dikenal:
1. Model
untuk analisis demografis dan proyeksi penduduk
2. Model
untuk memproyeksikan enrolmen (jumlah siswa terdaftar) sekolah
3. Model
untuk memproyeksikan kebutuhan tenaga kerja
4. Cost
benefit/investment efficiency approach (pendekatan efektivitas biaya) yaitu,
penentuan besarnya investasi dalam dunia pendidikan sesuai dengan hasil
keuntungan atau efektivitas yang akan diperoleh (Guruge: 197)
Model- model di atas sering dipakai untuk menganalisis
proyek-proyek dalam kriteria efisiensi dan efektivitas ekonomis. Melalui model
tersebut dapat diketahui proyek yang paling fleksibel dan baik sehingga dapat
dijadikan sebagai alternatif penanggulangan terhadap masalah yang dihadapi.
Berikut akan dijelaskan planning, programming, dan
budgeting. Antara lain yaitu:
a. Planning
Perencanaan
merupakan proses menetapkan target spesifik pada kinerja dengan
mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal dalam organisasi. Perencanaan
ini ditetapkan oleh manajer untuk meramalkan arah pada jangka waktu yang
panjang.
Perencanaan memiliki unsur-unsur antara
lain yaitu:
1) Tindakan
apa yang harus dilakukan
2) Mengapa
tindakan tersebut harus dilakukan
3) Di
mana tindakan tersebut dilakukan
4) Kapan
tindakan tersebut dilakukan
5) Siapa
yang akan melakukan tindakan tersebut
6) Bagaimana
cara melaksanakan tindakan tersebut
b. Programming
Program
merupakan serangkaian kegiatan yang memilki durasi waktu tertentu, yang
bertujuan untuk mendukung tercapainya tujuan oragnisasi. Misalnya, program
periklanan (advertising program) oleh sebuah perusahaan diawali dengan
perumusan pesan iklan yang ingin disamapaikan kepada para konsumen dan diakhiri
dengan evaluasi pasca penempatan iklan di media (TV, radio, dan lain-lain).
Perumusan
pesan iklan merupakan aktivitas awal program periklanan sebuah organisasi.
Untuk merumuskan pesan iklan, organisasi dapat dibantu oleh advertising
agency (pihak periklanan). Iklan yang dibuat dijadikan sebagai
penunjang pencapaian tujuan organisasi.
c. Budgeting
Budget
atau yang lebih dikenal sebagai anggaran merupakan penerjemahan program ke
dalam satuan numerik. Anggaran tidak dapat disusun dengan baik apabila
organisasi tidak memiliki program yang jelas. Hal tersebut dikarenakan setiap
rupiah yang akan dikeluarkan dalam anggaran mengacu kepada program yang akan
dilaksanakan oleh organisasi.
Secara
garis besar, budget yang disusun oleh perusahaan dapat dikelompokkan ke dalam
dua kategori, yaitu master budget dan capital budget (Smith
et.al., 1993:1116-1120). Berikut penjelasan keduanya:
1. Master
Budget
Master
budget menunjukkan keseluruhan perencanaan organisasi dalam satuan numerik
dalam periode tertentu dan biasanya bersifat jangka pendek. Master budget terbagi
menjadi dua bagian, yaitu:
a) Operating
budget, berisi berbagai hasil yang diharapkan dari operasi organisasi selama
periode anggaran dalam bentuk estimasi revenues, expenses, dan income.
b) Financial
budget, berisi proyeksi jumlah, sumber, dan penggunaan kas serta berbagai
sumber daya lain, yang digunakan dalam operasi perusahaan termasuk saldo akhir
dari kas dan berbagai sumber daya lainnya
2. Capital
budget
Capital
budget merupakan budget yang disiapkan organisasi apabila organisasi membutuhkan
investasi yang besar, yang mana organisasi tersebut memiliki jangka waktu
pengambilan investasi yang panjang.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar